Wednesday, April 15, 2009

BERDAMAI DENGAN SEKOLAH

Sekolah dalam bahasa Inggris disebut School is an institution for educating children (Oxford dictionary: Hornby, 1995). Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran. Jadi dalam hal ini bukan sebagai tempat ‘mengajar’ anak-anak. Namun, lebih dimaksudkan sebagai wadah yang digunakan oleh pembelajar untuk ‘belajar’. Belajar berhitung, belajar membaca, belajar bertatakaram, dan lebih lanjut lagi belajar menyelesaikan persoalan baik persoalan yang mereka hadapi maupun persoalan yang terjadi dikehidupan mereka.

Sekolah yang selama ini dipahami oleh banyak kalangan (terutama kalangan awam) yang dengan begitu saja mnyerahkan anaknya untuk di ajar di institusi yang bernama sekolah tersebut. Seperti yang terjadi di beberapa sekolah dan sekarang telah merebak terjadinya perkelahian antar siswa , yang terjadi di Kupang, perkelahian yang di wadahi oleh Guru olahraga di Ambon, juga pemberian hukuman yang diberikan oleh guru karena memecahkan pot bunga baru-baru ini jelas menunjukkan bahwa institusi yang disebut sekolah tak ada bedanya dengan penjara yang membuat mereka terkungkuing juga seperti melahirkan pembantai-pembantai baru. Dalam hal ini pembelajar tak mampu menyerap apa yang mereka pelajari untuk kemudian ditorehkan kepada khalayak. Bukan hanya kepada keluarga, pihak sekolah juga kepada lingkungan terutama sekelompok pembelajar yang sama dengan mereka, sehubungan dengan peristiwa tersebut Dorothy Noltie menyatakan bahwa If a child lives with hostility, He learns to fight (jika seorang anak hidup dalam permusuhan, Ia belajar berkelahi). Mungkin kita (sebagai guru) tidak sadar bahwa permusuhan-permusuhan kecil telah kita torehkan dalam kehidupan mereka.



INTITUSI KELUARGA
Keluarga sebagai sekolah pertama bagi anak-anak berperan penting dalam perkembangan pembelajar. Keluarga dalam hal ini orang tua merupakan guru paling wahid setelah usia anak mecapai usia sekolah. Karena setelah anak menginjakkan kaki di sekolah secara otomatis guru berwewenang dalam penataan kepribadian anak. Orang tua seyogyanya memberi pembelajaran awal tentang bagaimana bersikap, bergaul, berkomunikasi, bertatakrama secara tak tertulis (orally) terhadap anak. Terlepas dari apakah orangtua yang dimkasud masih bersatu atau sudah diambang keretakan, hal ini lain lagi.

Komunikasi Rumah Tangga
Rumah tangga yang mengalami keretakan (broken home) menjadi salah satu alasan mengapa kebanyakan anak didik mengalami kesulitan bergaul di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Hal ini karena apa yang anak-anak lihat dalam instutusi rumah menjadi kental dalam menyesuaikan. Anak-anak cenderung mengalami keminderan, takut tak mendapat teman, stress, akibat institusi keluarga tak mampu menerawang dampak yang diakibatkan kepada anak. Maka seyogyanya orangtua memberi pembelajaran kondisional tentang bagaimana bersikap agar anak tak mengalami ganggunan baik pada jiwanya terlebih pada psikologisnya. Saatnya komunikasi antara orangtua dan anak ditingkatkan. Orangtua tak hanya sebatas sebagai pembicara namun juga sebagai pendengar terhadap anak-anaknya.

Berdamai dengan Rumah
Orangtua selalu ingin didengar sementara banyak orangtua yang tak lagi mendengar ‘teriakan’ sang anak. Anak tak banyak menuntut, mereka hanya ingin didengarkan. Kebanyakan ukuran pokok menjadi orangtua sukses terlihat dari adanya konsep diri yang dimiliki oleh anak, katakter yang kuat lewat keunikan yang dimilikinya, menilai kejujuran yang dimilikinya, kemampuan untuk menerima dirinya juga oranglain.
‘Show it do not tell it’ (tunjukkan bukan sekedar dikatakan) kalimat ini pantas disematkan kepada para orangtua yang senang menyuruh anak-anak sementara orangtua bergeming ditempatnya duduknya. Menyuruhnya berbuat baik smentara ia tak pernak menunjukkan bagaimana nikmatnya memberi kepada tetangga. Bagaimana nikmatnya memberi walau sekedar pujian untuk sang anak manakala berhasil menyelesaikan sesuatu. Saatnya orangtua mengajarkan dengan tindakan tak hanya sekedar ucapan saja.

INSTITUSI SEKOLAH
Sejak anak telah menginjak usia sekolah. Anak-anak seperti merasakan kegembiraan yang sangat. Ketika semester awal dimulai anak-anak akan merengek “ibu, beli baju baru yah, besok kan hari pertama sekolah?” atau seperti lagunya anak PAUD dan TK “anak-anak baru masuk sekolah….” Begitu gembiranya anak-anak masuk dalam institusi yang bernama sekolah. Maka, jika kemudian anak mengalami hal yang tak diinginkan bukan institusi sekolah menjadi sasarannya.
Peran Guru
Dipintu masuk jurusan Bahasa dan Sastra universitas Negeri Makassar anda akan menemui kalimat “Jadilah guru bagi diri sendiri sebelum menjadi guru terhadap oranglain”. Pesan filosofis tersebut seraya menjadi cambuk kepada para calon guru/ pengajar bahwa sebelum mendidik anak-anak sebaginya mendidik diri sendiri terlebih dahulu.
Guru berperan ganda dalam lingkungan sekolah. Guru sebagai orang tua, sahabat, teman bahkan ada juga yang menganggap guru adalah musuh. Maka tak pelah jika dianggap bahwa guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, karena peran dan profesi yang diembannya. Guru tak hanya bertugas sebagai pemberi informasi dari buku ke telinga pembelajar, namun juga sebagai problem solver, juga motivator terhadap para pembelajar yang dihadapi. Sama halnya dengan orangtua, guru bukan hanya sebagai seseorang yang harus didengar namun pemelajar juga ingin didengar terhadap apa yang mereka rasa dan alami.

Mendidik dengan Hati
Mendidik merupakan tugas pokok seorang guru. Jika guru hanya sebatas ingin dihargai tanpa menghargai pembelajarnya maka guru tersebut masih perlu ditatar untuk mengetahui bahgiamana seharusnya menjadi pengajar dalam konteks kekinian. Anak-anak sudah banyak melihat di media. Maka perkembangan informasi sudah semakin cepat.
Pada tahun 1982, jack Canfield, seorang ahli tentang bagaimana mengahargai diri melaporkan hasil penelitiannya bahwa anak-anak rata-rata menerima 460 komentar negative atau kritik dan hanya 75 komentar positif atau dukungan setiap hari. Maka unpan balik dari hasil tersebut ditemukan bahwa anak-anak dalam belajar mengalami kebuntuan dalam belajar, tak lagi percaya diri dan terpaksa dalam belajar. Pada akhirnya sekolah yang mendengar kata ‘belajar’ merasa tegang dan takut (Quantum Learning, 1992).

Guru yang menggunakan hatinya saat mengajar akan sampai dihati para siswa juga. Maka hukuman yang hampir menimpa setiap saat siswa hanya karena sebuah kesalahan_misalnya karena siswa tak menyelesaikan tugas rumahnya. Perlu dipahami bahwa daya serap setia anak berbeda satu dengan yang lain maka seyogyanya guru mencari jalan kreatif untuk mampu menyelesaikan persoalan tersebut. Guru kreatif, inovatif dan motivator dibutuhkan untuk proses pembelajar dalam konteks kekinian.

Ajarkan Anak Sejak Dini
Anak-anak perlu di beri petunjuk sejak dini bukan hanya dirumah namun pula pihak sekolah berfungsi untuk persoalan tersebut:
a. Meneladankan kedisiplinan sejak dini dfalam diri anak dana membatasi perilaku agar meraka mampu bersikap mengendalikan diri dan disiplin
b. Meneledankan sikap menghormati oranglain, kakak-adik, anggota keluarga, teman sekelas dan komunitas sekolah, berarti mengajarakan anak-anak uang mengahargai bukan hanya oranglain namun juga dirinya sendiri.
c. Meneladankan anak-anak untuk belajara merasakan konsekwensi dari tiap tindakan mereka, walaupun kadangkala menyakitkan, hal ini mengajarakan agar anak mampu belajar mengatasi dan menyelesaikan masalah mereka sendiri.
d. Meneladankan dan memperkenalkan nilai-nilai pribadi dan etika maka anak akan belajar menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
e. Meneladankan mengembangkan bersikap positif, berfikir positif dan berperasaan positif, maka anak akan belajar akan pentingnya pengharapan dan kerjakeras.
“Tiba-tiba aku merindukan melihat anak-anak itu berdamai, anda bagaimana?”

REFERENSI:
Borden, Marian Edelman. 2001. Smart Steps: panduan lengkap memilih Pendidikan Prasekolah Balita Anda. Bandung: Mizan Media Utama
DePorter, Boddi. 1992. Quantum Learning. New York: Dell Publishing
Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of Current English. New York Oxford University Press.
Rakhmat, Jalaluddin. 2007. SQ for Kids. Bandung: Mizan Media Utama.
Poerwadarminta, W.J.S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka


SYAMSIAR S, S.S, S.Pd
PENGAJAR DI SMPS DDI BULUSUKA, BONTORAMBA, JENEPONTO)

SEKOLAHKU

SEKOLAHKU
SEKOLAH ADALAH MASA DEPANKU
AKU AKAN SEKOLAH SAMPAI ILMUKU BANYAK

AKU INGIN BELAJAR
WALAU PELAJARAN DAN ILMU SANGAT BANYAK
BERGUNA BAGIKU

AKU INGIN KEDUA ORANGTUAKU BANGGA DENGAN ILMUKU
JUGA PELAJARAN YANG BERGUNA
AKU INGIN BELAJAR MENGHIDUPI
KEDUAORANGTUAKU DENGAN ILMUKU YANG BERGUNA
AMIIEN…

(My Little Girl Poem)

BINTANGKU DILANGIT

BINTANGKU DILANGIT YANG INDAH
IA MENARIK HATIKU UNTUK MENGAMBILNYA
AKU INGIN MENJADI BINTANG DILANGIT ITU
TAPI AKU TAK BISA MENGAMBILNYA
AKU SANGAT INGIN MEMETIK BINTANG ITU
DILANGIT NAN INDAH
HATIKKU BERTANYA : DAPATKAH AKU MENGGAPAIMU?”
WAHAI BINTANG YANG INDAH NAN LUCU
BINTANG, MAUKAH ENGKAU MENJADI TEMANKU?
AKU SANGAT INGIN MENJADI TEMANMU
KAU BERBISIK ‘AKU INGIN MENJADI TEMANMU, SELAMANYA”
AKU BAHAGIA

(My Little Girl Poem)

My Little Girl Poems

AYAH BUNDAKU

AYAH BUNDAKU
ENGKAULAH TEMPATKU BERTEDUH
TEMPATKU BERLINDUNG

ENGKAULAH TEMPATKU BERSANDAR
NANTI, JIKA AKU SUDAH BESAR
AKU AKAN MEMBALAS KEBAIKANMU
DAN MERAWATMU SEBAIK-BAIKNYA

AYAH BUNDAKU
TERIMA KASIH ATAS SEGALA NASEHATMU
TERIMAKASIH ATAS SEGALA KEBAIKANMU
TERIMAKASIH

Profile of My Little Girl


NAMA NURHAWANI
PANGGILAN NUNI
KELAS IV SD NEGERI NO 16 TAMANROYA, JENEPONTO
HOBBI: MENULIS DAN MEMBACA
ANAK KE 4 (BUNGSU)
MAKANAN KESUKAAN: INDOMIE TELUR
MINUMAN KESUKAAN: SUSU BANTAL