Wednesday, April 25, 2007

senyum dan menulis

setiap orang selalu di jangkiri masalah
sama dengan kau, aku juga begitu
tapi tak perlu membebani diri untuk menanggung beban itu
aku hanya butuh menulis dan tersenyum untuk hal itu

"setiap orang punya cara menyelesaikan masalahnya masingmasing, yah...salah satunya dengan menulis dan tersenyum"

"emangnya tega nian melihat dunia ikutan sedih garagara cemberut apa"

"saatnya membuka diri dan berbagi"

usia

Matahariceria

Seperti suatu kewajiban. Ketika sesorang bertambah usia. Atau sekedar meninggalkan penggalan masa lalu. Maka gayung akan diingat untuk air. Yap…pagi ini kau siarmi aku kebahagiaan. Tak terasa air ini ruah membasahi setiap liniku. Tapi, aku tak perlu marah karena katanya aku harus menerima setiap apapun yang kau katakana dan lakukan. Tapi tak harus merubahku bukan?. Atau sekedar mendapat cipika cipiki, telpon tengah malam, atau paling tidak sebatas pesan singkat saja.
Paling tidak matahariku kini masih dan akan menghangati tubuhmu. Dengan riang dan senyumnya. Guyuranmu adalah terimakasihku. “selamt ulang tahun matahariku “ sorakmu kompak ketika aku menguliti pakaianku karena guyuran.
Terimakasihku, I miss and luv u 

Ketika 22tahunmengitaricakrawala

Aku (Tak) Akan benci Lelaki

Lelaki di tiap episode

Ia kini pergi entah ke bumi mana. Ia menabur benih di lahan mana aku tak inin tahu ia kemana. Sementara aku menanti uluran tangannya ketika sang jabang memanggil ayahnya

***
Ia tersentak ketika aku dengan lelakiku bercumbu di balik tirai dedaunan yang mulai menguning. Aku tak kuasa menahannya setelah ia menikam lelakiku dengan badiknya

***
Tak habis fikirlah aku. Mengapa cemburu masih menghantuinya. Sememtara palu siding telah di ketuk. Namun, amplop masih saja setia ketika wajahku tersiram air bening keras

***
Hamper setiap saat kau membisikkan ‘aku tak sanggup hidup tanpamu’ ucapmu malam sebelum selaputku kau sobeki. Dan kedua malam itu menjadi saksi bahwa kau tak sanggup menderai rindumu padaku. ‘maaf aku tak butuh dirimu” jawabku malam itu juga. Kulihat bening matamu mulai pecah tersayat bulu hitam temaram_kantukmu. Kau tak bias mengapitku lagi karena denganbelati karatmu kau gorok dagingku dalam tungku yang sematkan di balik fentilasi dadamu.

***
Kau, dengan kedua tangan selalu meminta. Ibumu selalu kau perah. Sememtara anak dalam perutku sengaja kau abai_berlalu. Kemarin kau memintaku membunuh. “biadab” balasku saat malam di sisiri hujan gemuruh. Ingatkan aku yang tak pernah bias mengikuti setiap mimpi yang kau sematkan di laci imajimu.

***
Dengan cara apa aku membantumu. Doa-doa kini tak terbalskan lagi. Tuhan muak dengan kita_mungkin. Ketika senapan melemahkan betismu, sehari sebelum anak kita lahir. Kau harus mendekam tanpa dosa. Sayupsayup terdengan “Tuhan, mana adilmu”. Dan aku tahu suara itu taka sing bagiku. Sekali lagi kau berucap “ tak ada maaf bagi mereka yang memberi utang untuk bayiku”

Lelakiku
Karena aku, kau, kita dan mereka belajar beda
(“Aku benci perempuan”punyaya Andika Mappasomba, "tak perlu membencikami":)

Saturday, April 21, 2007

Ayah, jujurlah!

Untuk kesekian kalinya pak Dollar memimpin. Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Uang yang kupinjam pekan lalu sama pak Rupiah tak lagi mampu kugunakan untuk bertahan hidup untuk dua pekan kedepan.tunggakan listrik belum ku bayar. Tagihan telepon sudah dua bulan menunggak dan satu bulan lagi telepon itu benar-benar dicabu, itu instruksi pemerintah yang kudengar di tape kuno yang setia menemani setiap malamku sambil menikmati kopi suguhan istriku. Kini aku harus menguras tenaga setiap pagi berpakaian rapih, tepatnya berlagak orang kantoran. Berlengan panjang lengkap dengan dasi dan sepatu fantopel mengkilap.

Semalam istriku menagih gaji bulanan. Aku tak tahu harus menjawab apa. Ia belum tahu, bahwa sudah dua bulan aku dipecat. Gajiku tak lagi mencukupi untuk biaya pengganjal perut anakku sisulung yang kini duduk di kelas dua esempe dan si bungsu yang baru duduk di esde kelas satu. Aku tak tahu bersikap jujur atau tetap melakukan aktivitasku seperti sedia kala. Berpakaian rapih setiap hari hanya membuatku tersiksa.

Aksi yang kugelar bersama sepuluh orang karyawan lainnya harus dipecat tanpa uang pesangon. Aku hanya pasrah dengan hal ini. Pak rupiah yang hanya tangan kanan pak Dollar harus nurus begitu saja. Tanpa harus mengetahui yang sebenarnya. Ia langsung memecat kami hanya karena gaji kami tak ditambah walaupun jam kerja kami lebih dari yang ditargetkan.

Kebingunganku hanya akan berakhir dengan dosa besar yang kini mendaging di dadaku. Istri yang setia menungguku. Menyuguhkan makan setiap hari. Menjaga anak-anakku. Harus kubohongi. Ia yang sudah limabelas tahun mendampingiku harus menerima semua ini. Tak lagi ada harap untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Aku harus jujur bahwa aku tak lagi berada diposisi yang didambanya. Sekarang aku hanya seorang pembual selama sebulan berfose layaknya seorang karyawan.

Satu malam istriku bertanya mengapa aku tak lagi pernah keluar kota. Membawa barang-barang import. Dan membawa boneka lucu buat anak-anak kami. Aku menyela bahwa posisiku sekarang sudah agak membaik. Setidaknya aku bisa bersama keluarga untuk lebih lama. Istriku tak melanjutkan karena ia selalu percaya padaku.
Aku harus mengungkapkan yang sebenarnya. ia harus tahu bahwa suaminya tak lagi seperti yang diinginkannya. Bahwa suaminya tak lagi akanmemnggapai impiannya. Bahwa anak-anak tak lagi kubahagiakan dengan boneka dan mainan dari penjuru kota yang terkenal. Aku harus mengatakan bahwa suaminya tak becus mengurusi keluarga. Bahwa suaminya bukanlah seorang yang bertanggungjawab.

Malam ini kuberanikan diri untuk bicara dengannya. Aku tahu ini sangat pahit. Namun hal ini mesti kulakukan. Aku tak ingin membuyarkan mimpi istriku. Walaupun pak Yen sudah memberiku sumbangan dana, yang kutahu itu butuh balasan. Ia adalan kepala cabang dislahsatu kota yang pernah kudatangi. Kontrak bisnisnya beberapa kali ku sepakati untuk perkembangan perusahaannya. Aku akui ia sangat baik, namun akupun harus menghadirkan program kerja pak Dollar yang membuat perusahaannya berhasil. Ia tahu aku yang menguasai sistem data di perusahaan tersebut. tapi, kusadari semuanya tak akan bertahan lam. Seberapa lamakah aku berbohong demi anak dan istriku tercinta.

Wajahnya nampak cerah. Seperti biasa ia selalu menunjukkan wajah cerianya padaku. Tak sekalipun ia menentangku. Ia adalah perempuan dambaab yang kutak salah pilih walaupun awalnya ayah memaksa untuk menikahinya. Aku sadar ini bukan hal buruk. Tapi, akhirnya kutahu ia sangat setia. Perlahan aku mulai bercerita. Kumulai dengan mengapa aku dipecat. Mengapa ku menentang keputusan Pak Dollar.mengapa aku melakukan aksi. Ada semburan hangat dipipinya. Aku kini membisu. Perlahan ia berucap “ aku tahu apa yang ayah lakukan itu demi sebuah keadilan.” “Tapi ada hal penting yang harus ayah mengerti…”ucapnya terpotong. “Aku tahu kau akan marah jika hal ini aku ucapkan” selaku. “bukan…bukan itu…sejak sebulan yang lalu aku sudah tahu hal ini, TV menayangkan aksi itu,dan ayah sangat jelas di layar itu. Aku tak marah dengan hal itu. Namun sangat saya sayangkan ketika ayah tak lagi Jujur padaku dan bertopeng seolah-olah aku akan senang dengan semua harta yang ayah berikan padaku. Sementara ayah menyiksa batin sendiri. Aku tahu ayah pasti akan jujur namun ini belum terlambat untuk sebuah kebenaran”.

Sahabat, 28 July 2006

RundupadamuHujan

Hujan
Kini ia hadir lagi. Hujatan akan hadir lagi baginya ketika beberapa orang merasa dirugikan padahal hujan sudah kompromi dengan mentari untuk turun siang ini. Hujan hanya bertugas menyirami apapun yang gersang. Samapi kering kerontang. Tapi, masih saja ada yang senang dengan kehadirannya. Saat ini hujan dengan jemarinya menyisiri setiap pepohonan, batuan, atap rumah. Dengarkan. Dan rasakan. Apalagi kalo hujan menari di atap rumah malam hari yang teringat pasti :selimut bukan?. Pandangi hujan lewat jendela. Liat petani yang tersenyum dengan kehadirannya. Tapi, hujan pun akan marah. Ketika tempatnya mengalir tibatiba tertutup. Ia akan mengamuk. Seperti yang terjadi di jakarta. Dan sebentar lagi mungkin makassar. Karena tempatnya bernaung. Kini sudah tergantikan dengan mall, pusat kebugaran, gedung pencakar langit, pusat perbelanjaan. Maka jangan salahkan dia ketika hadir dan mengendap dimuka rumahmu. Mendengar doa pemborong didepan fakultas kedokteran unhas yang berusaha bertaruh denganku. Jika dibiarkan, bangunan itu akan segera rubuh karena adonannya akan kulelehkan.
_kamirindugemuruhmu_

Matahariku

Matahari
Siang ini ia tak hadir dengan baranya. Ia sempat menelponku semalam. Kalau pagi ini ia ganti posisi sejenak dengan hujan. Ia terlalu sering hadir. Samapi beberapa orang menghujatnya juga. Mereka bilang wah...panasnya bukan main. Makanya aku heran. Padahal anak pondokan sangat mengharap kehadiranku. ia memanti hangatku untuk mengeringkan ikan keringnya, pakaian kampus, atau ibuibu yang menjemur bayinya untuk mendapatkan vitamin Deku. Atau ada yang memakai namaku. Dan anakanak akan membuat lelucon bahwa ternyata makssar tak sepaas yang dibayangkan. Punya tiga matahari kog belum terbakar?, ia bilang satu dilangit sedang duanya ada di mall.
_saatmerekjujurdantepatijanji_

Perempuanku

Tanggal 21, kini usiaku semakin bertambah. Berpuluh tahun aku mengitari cakrawala. Mencari matahari yang setia memberiku hangat. mungkin tak lagi asing di telinga kita. Memori ingatan akan terpatri kepada sosok perempuan yang berasal dari keluarga berada. Harus patuh pada adapt dan perintah ayah. Ia tak mampu berbuat apaapa ketika sang ayah memerintahkan aku untuk tinggal di rumah.

Karena adat tak boleh dilanggar ketika usia sudah menanja remaja. Keresahan telah mengusik batinku ketika bibi Inah dengan setianya harus menunduk, duduk di lantai dan makan di tempat berbeda dengannya. Padahal tanpa disadari keberadaannya sampai bisa aku berfikir tentang kebenaran. Aku habiskan bersama seorang perempuan yang merawat dan melindunginya melebihi pengawal. Kegiatan keluar rumah harus kulewati hanya dengan bermain bersama Bi Inah . Karena kakaku harus menikah. Karena jika membantah orangtua apalagi ayah sama dengan mencoreng muka keluarga sendiri atau sekedar buah bibir masyarakat

Aku tak pernah mamilih untuk dilahirkan dalam keluarga yang memegang teguh adat. Masyarakat sekitarku harus tunduk terhadap perintah ayah. Tanpa sadar ternyata apa yang ayah lakukan katanya sematamata untuk diriku. Karena aku perempuan. Aku harus tunduk pada perintahnya. Pada status sosialku. Pada adapt yang mengungkung. Dia melarangku melanjutkan sekolah karena menganggap bahwa perempuan tak perlu sekolah lebih tinggi. Ia hanya harus melanjutkan pendidikan untuk masa depannya saja. Dengan kata lain tempatku hanya di ruang domestic semata. Aku tak sanggup mengahadapi ini. Diamdiam aku mencuri waktu. Selain belajar merajut, memasak, dan pekerjaan wajib perempuan. Tapi, hal itu kulakukan ketika ayah tak berada di rumah. Aku menulis surat kepada sahabatku yang kini sekolah di luar negeri. Untung, aku mencatat alamat mereka sehari sebelum kepergiannya. Seingatku beberapa hari yang lalu. Mr.Orwell masih mengajariku bagaimana bertatakrama, bagaimana bertindak, bagaimana berbicara, bagaimana berbahasa asing. Tapi aku tak ingin semuanya berakhir. Sakit hatiku untuk bisa sekolah lagi ku ungkapkan di kertas putih yang kugoresi pena emas dengan ujung bulu ayam terjuntai. Kemudian kukirim. Berharap kawankawanku bisa membalas dan memberiku semangat untuk bisa bertahan. Aku harus memberitahu kawankawanku bahwa aku tak sekolah karena adat yang membuatku seperti ini. Beberapa kali aku membujuk ayah unutk bisa sekolah. Tapi ayah hanya menjawab, malulah seorang gadis berumur keluar rumah tanpa seseorang yang dipercaya. Perempuan tak perlu sekolah tinggitinggi karena pada akhirnya ia hanya akan melayani suami. Aku kaget. Marah. Diam. Embun hangat mengalir deras.

Yang ku ingat bukan hanya diriku tapi. Perempuanperempuan yang kini haus akan belajar seperti diriku. Aku yang berpunya saja dilating sekolah bagaimana dengan yang tak berada?. Tembok beton yang membatasi rumahku, membuat aku tak mampu bergaul dengan anakanak seumujranku. Jangankan dengan sesame jenis. Apatah lagi dengan lain jenis. Ayah akan memarahiku jika hal itu ku lakukan. Sampai waktunya tepat aku hanya bisa berbuat sedikit. Bi inah ku suruh memanggil beberapa perempuan sebayaku untuk ku ajar membaca, berhitung dan sedikit keterampilan. Senanglah aku ketika kutemui beberapa orang yang benarbenar ingin belajar bersamamku. Walaupun awalnya mereka segan dan menunduk ketika aku ajaki mereka bicara. Aku memberitahu mereka untuk tak berbuat demikian. Karena tunduk akan merawat penindasan. Sedang aku tak ingin melihat mereka di tindas kecilkecil karena tak mampu tersenyum lebar. Maka ku pegangi dagu mereka agar wajah cerianya terlihat jelas.
Sebagai permulaan mereka ku minta berbicara dengan memperkenalkan diri. Aku menyimak segala ucapannya yang penuh semangat. Bahwa mereka ingin belajar. Sebagai awal aku harus memberi pengenalan abjad kepada mereka. Setelah itu beberapa hari selanjutnya kuperkenalkan angka. Agar mereka tak bosan pelajaran selingan ku isi dengan memasak, merajut dan menenenun. Sesekali mereka membawa bahan mentahnya setelah itu kami olah bersama. Sebulan sudah kami melakukannya. Peningkatan terus berlanjut. Untuk menghindarai ayah. Aku sarankan kepada mereka untuk lewat belakang saja. Dan untuk memperluas penyebaran ilmu. Ku sarankan pada mereka untuk membuat sekolah kecil kecilan agar mereka yang belum tahu bisa sedikit terisi. Kini surat surat berdatangan dari kawanku dari luar. Aku senang ketika beberapa diantara mereka merespon kegiatanku dan berkeinginan membantu. Terutama dalam hal financial.

Tapi jalan selalu lurus dan mulus. Ayah marah padaku. Ia menghukumku untuk tak keluar kamar selama dua minggu. Dan makanan hanya akan diantar sama Bi Inah. Aku tak mampu berbuat. Malah Bi Inah bilang ia hamper di pecat atas perbauatanku. Tapi aku tak kehabisan akal. Surat semakin gencar ku kirim. Dan hasilnya pemerintah Nederland sebagai ayah Mike mengirim surat pada ayah. Ia dalam suratnya menyanjungku dan salut terhadap sekolah kecil yang ku lakukan. Hal ini kuketahui ketika tanpa sepengatahuan ayah ku dengan pembicaraannya bersama ibu di ruang tamu, suatu malam.
Entah apa yang terjadi. Ayah masuk ke kamarku dan merespon kegiatan yang ku lakukan. Aku mendekapnya erat. Syukur tak lupa ku panjatkan. Tapi bukan ayah jika tak ada syarat. Ia memberiku syarat bahwa untuk mengembangkan kegiatanku itu harus punya pendamping. Tapi aku benarbenar tak mengerti. Mengapa jodoh ditentukan olehnya pula. Bukankah jodoh sma halnya mati dan rejeki, datang jika waktunya tiba? Dan kali ini aku benarbenar harus menerimanya. Demi diriku dan perempuanku. Aku tak tega melihat semangatnya yang pudar demi aku.

Pangeran yang di utus ayah kini tiba. Suroso namanya. Anak seorang bupati di Kota Samatara. Dengan ramah ku sambut dia. Aku tak bisa berkata apapa ketika ia memintaku untuk menjadi istrinyha. Sebelunya ia sudah mendengar keinginanku untuk mendirikan sekolah bukan hanya untuk perempuan tapi kepada mereka yang ingin sekolah. Dengan bantuan ayah Mike aku bisa mendirikan sekolah. Aku bertambah bahagia ketika Suamiku_Suroso_memberi kebebsan kepadaku untuk berbuat apasaja.”yang penting untuk rakyat” ucapnya setelah aku menjelaskan tentang keinginanku setelah kami resmi menikah.

Ia mendukung keinginanku. Tapi, harapannya untuk mengembangkan karirku tak pernah ia halangi. Dan kini aku hidup bersamanya dan mendapatkan seorang bayi mungil perempuan. Yang kuberi nama Kartini. Aku berharap perempuanku bisa mandiri tanpa harus dan pandai. Bukankah kodrat perempuan hanya sebatas haid, hamil, melahirkan dan menyusui. Sedang kelembutan dan tingkah laku hanya di bentujk dimana kita berada. Semoga esok perempuanku akan tetap ada untuk perjaungannya yang tak padam. Karena matahari selalu ada untuk kehangatan dan menerangi aku,kau, kita dan mereka.
_karenaperempuanpunyaherstory_

Thursday, April 12, 2007

Tahlilan di tepi danau unhas

semalam pulang dari kampus ga langsung pulang. entah mengapa ujung jilbabku selalu diterik oleh gambar che guevara di di rumah pelangi UKPM_entah. selama seminggu menjaga tante yang melahirkan bayi mungil perempuan yang di beri nama cantik "Fauziah Az-zahrah" (az-zahrah itu ideku, coz i salute for Fatimah Azzahrah:. jadinya terspasilah setiap laku dan segenap aktifitasku.

habis magrib ketemu Arnis di PKM. setelah beberapa menit di depan komputer menulis di terror.com (tempat maccala, cuap, isi kepala, marahmarahnya anak UKPM)tentang rinduku.
arnis kemudian memanggilku "cia sini sebentar" panggilnya di luar ruangan yang selalu berantakan dengan kertaskertas. sayapun keluar semabari menjabat tangan dan cipiki cipika.
"eh..ke pinggir danauki bede sebentar ada pengajian untuk k'rafly".
"ha.." kaget.
"emang k'rafly kapan meninggalnya?" tanyaku.
"katanya tiga hari yang lalu, "jawabnya.
'iya ntar habis sholat isya kita kw tepi danau yah, ada tahlilan di sana" lanjutnya
"yups..miscalka nah, say"lanjutku
"cey"

pukul setengah sembilan epat arnis miscal.kini kami bersama kw tepi danau. samapi di sepuaran danau unhas. tak ada seorangpun yang kukenali, arnis juga. yang ada akhwat dua orang lagi menikmati kerlip bintang. karena tak ada yang basa apalagi basi. kami berlalu. tepatnya di belakang GPA. sekelompok orang berkerumun, sambil menenteng lampu segi empat, beberapa akhwat memperbaiki posisi lilin. nah itu dia mereka. kami pun beranjak ke sana. dengan sedikit keberanian dan banyak kepercayaan diri kami menghampiri mereka.

sampai di sana ternyata mereka akan berpindah tempat. yang ada kami akhwat mesti berani melewati jembatan _bukanancol_ yang sudah reot dan sedikit saja kaki salah langkah akan menikmati dinginnya air.

samapi di tepi danau_yang terpencil itu_dekat mejid kampus. akhwat sibuk mencari tempat begitupula dengan ikhwannya. karena kelamaan berputar dan tak ada yang statergis. niatnya kembali ke tempt semula atau berada di bundaran gedung ipteks. tapi, percaya bahwa seriap kesusahan pasti ada kemudahan. baru sekitar tiga langkah akhi sujar mendapat koran_mungkin bekas orang tadi sore(karena selalu, setiap sore ada yang mancing, ato sekedar diskusi).

akhirnya, pengajian di langsungkan. selanjutnya pengajian di buka oleh ketua cabang makassar raya (k'hamzar), dan dilanjutkan oleh moderator(sujar). pengajian di sepakati di mulai dengan surah Al.Fatihah dan dilanjutkan dengan surah Yasin. dengan bantuan dua lampu kotak dan beberapa batang lilin menambah hikmatnya lanunan surah. beberapa akhwat ada yang meneteskan air mata saking khusuknya-atau mungkin mengingat k'rafli semasa hidupny sebagai sahabat, kakak, atau saudara.

tepat pukul sepuluh, pengajian berakhir.dan ditutup oleh ketua cabang kembali.

(tak terasa embun hangat menghiasi beberapa raut anak manusia yang mengingat...)
_semogamaldanibadahnyaditerimadisisisangKhalik_

SIANG NAN TERIK

makassar, setiap hari 2 bulan terakhir semakin terik. panas oi...bagi yang cinta kulitnya sediakan payung sebelum panas dan sediakan payung sebelum hujan. karena sare hari biasanya hujan menyisir dedaunan lagi.Tadi dapat kiriman langsat dari Palopo. teman sekamarku yang dapat kiriman. deuh...senangnya dapat rejeki lagi. tadi subuh baru saja tetangga kamarku dapat kiriman juga, langsat dan rambutan...wah...wah...wah....senangnymi anak musyafir dapat kiriman. "Harus siapsiap air, n antri nih" ucap neneng. pasalnya kebanyakan makan langsat katanya bikin ta kencing kencing???
jadi ingat kawan di UKPM, bang asad dengan kata pamungkasnya "langsat pengganti ion tubuh" entah darimana ia mendapatkan penemuan mutakhir itu. tadi, beberapa orang ku sms tapi, kaga ada yang datang jadinya...anak musafir menikmati rame-rameji hehehehe
sejam sudah di sini menekan tuts.abis dosen yang di tunggu ga datang datang entah mengapa dosen selalu saja datang terlambat. trus kalo mahasiswanya telah eh...bilangnya "tutup pintu dari luar" mestinya?
***
abis antar surat lamaran neneng (moga cepat kerja sayang yang supaya bisa di traktir, uk nyamnna makan apalagi GRATIS:)bareng elli yang katanya suratnya yang salah alamat i kembalikan. tapi, sampai detik ini belum datang datang juga.padahal isisnya penting buanget gitu, sertifikat and ijazah kakanya di Bontang.semoga cepat kembali yah mama(panggilan untuknya sama anakanak di pondokan:)
***
mba nuge yang manis, semoga lekas sembuh yang sayang..af1 tak menjengukmu. semoga kampung halaman bisa banyak menyembuhkanmu. karena setiap orang butuh rumah untuk kembali _pulang

Tuesday, April 3, 2007

Takut

air itu kini mengering. ia sudah menghilang dicuri oleh embun. kini kesejukannya dalam buai daun hijau_pudar. kini, ia sadar tanah telah lama menengadah_pilu. ia ingin berbagi dengan akar, tapi akar sudah mulai mubazir dengan air. kini, laut semakin menyusut, danau semakin mengikis, sedang sumur tak mampu lagi di pompa. sedang esok November belum juga datang. ia berharap air tak lagi mengamuk dalam buaian bunda. Takut, jabang bayi benarbenar kehilangan oksigennya tapi, ia harus tabah. air sudah memenuhi pekarangan dan lima meter dari papan rumah, bukan hancur tapi musnah. sudah...sudah...tak lagi ada kata untukmu. semua sudah jelas. bukan lagi harap yang ia tunggu tapi, buaian. Kini, tak paham lagi ia akan denyutmu. segurat hina ia pampang di dindingnya. tanpamu ia tak lagi bersemai. takut bunga akan layu sebelum kelopak muncul_menghiasi. akh...terlalu banyak untukmu, mana untukku.
_kuajakkauberbagi,060822

(bukan) retak

Hatinya ia gantung di tembok tepat disamping jam dinding
Kemari, ia letakka birahinya di meja biru tua
bersemi bersama genangan air kesengsaraan

Jelas tertulis dalam bingkai rindu
yang ia semai dalam buku dengan tinta spidol yang mulai
memerah dengan pijatan remot TV
Kini, ia sudah terkulai_lemas

gantungan kunci ia letakkan bersama bayangnya
tertidur di daun pintu dekat batu putih
yang ia rasa nyaman untuk mendekor diri

Ia memahat papannya, dengan pulpen
yang perlahan retak karena ia takut
kursi yang ia pinjam semalam
akan tertukar dengan batu nisan
_imaji,Agustus'06