Sunday, May 27, 2007

Untukku,dia,kau

Hari ini sakit menggerayangi tubuhnya lagi. sakit skali, katanya. ia tak mampu menahan apa yang sejarang ia rasakan . ia ingin mengadu kepada yang terkasih. namun, ia memberitahuku aku tak melakukannya. ia takut. membebaninyainya. takut kewalahan dengan persoalan yang dianggap tak penting untuknya. sekali lagi ia bingung. lunglai tak berdaya. aku mendesak, kucoba menanyakan mengapa hal itu ia lakukan? ternyata ia taku.

Tak sedikit uang yang ia habiskan untuk mengobati sakitnya. ia tak ingin membebani semua orang, tak terkecuali diriku yang sekarang tak mampu melihatnya. aku mengajaknya kerumah sakit. tapi, ia takut penyakitnya bukan sembuh malah parah.sesekali ia mengerang kesakian. tangannya ia pakai untuk menekan rasa sakit itu. katanya, kematian sebentar lagi akan satang. ia tak mesti mempersiapkan apaapa. tapi, ia menyuruhku bersegera menyiapkan kain kafan . sesekali ia tersengall. nafasnya naik turun, desahnya. nafasnya semakin membuncah. kini kedua tangannya ia letakkan tepat ditonjolannya. ia mengeram sambil menutup kedua matanya. aku terdiam. itu lebih baik. ia masih keras kepala ketika kusodorkan semangkuk bubur dan segelas susu. ia bilang kematian kini lebih baik. tapi, ketika cacingnya tak lagi kompromi, seteguk air ia cicipi.

Aku tak bisa melupa. kenangan memang tak terpisahkan oleh ingatan dan waktu. aku tak bisa menggantikannya dengan siapa dan apapun. jika pun tuhan menyayanginya aku harus merelakannya. dia yang terbaikk, guruku, teman, sahabat, baik seorang humoris. jika, kau bersamanya, waktu tak akan melihat kepergiannya.

banyak ilmu yang ia berikan padaku. terutama tentang hidup. ia bilang kau boleh saja berfikir sesuatu itu benar, tapi kau jangan pernah menganggap bahwa kaulah yang paling benar. ia menceramahiku sesaat sebelum ia melakukannya. ia hanya menginginkan aku disampingnya. aku bahagia ketika ia menginginkannya. lamatlamat kulihat ia berkhotbah tanpa suara. mungkin ia berdoa. lama ia tak melakukan ritual itu. ia menggenggam tanganku. lama. semakin erat. tapi, ia tak lagi bisa terjaga.sebelumnya, ia memberiku pilihan untuk kurawat atau tetap bertahan walaupun kutahu ia sakit. ketergarannya tak lagi tergantikan. ia harus membiayai dirinya, ketika orangtuanya pergi, entah.

"sayang, jangan pernah bermalasmalasan, karena Ia tak suka dengan itu"

"bangkit dan bersemangatlah, jangan pernah memendam amarah"

matanya dikatupkan perlahan. lamatlamat kudengan. aku menuntunnya. namun, ia tak mau kalah dengan kefasihannya melantun.

sekali lagi aku menuntunnya. kugenggam tangannya semakin erat. dingin. kaku. pucat. ia tak lagi bernafas. sunyi.

kepadamusayang :)

No comments: