Thursday, March 6, 2008

Restoran Senpit bagian 1

Restoran senpit. Sebuah restoran aneh yang pernah ku temui. Setiap orang yang akan masuk ke restoran tersebut harus memakai sandal jepit (senpit). Pemilik tak mau tahu bagaimanapun caranya tamu datang ke tempat tersebut. Yang pasti harus memakai sandal jepit. Konon kabarnya pemilik awal restoran tersebut punya kisah tersendiri tentang penamaan restoran Senpit tersebut. Beberapa orang pernah terkecoh dengan penamaan senpit yang tak akan pernah di temui di tempat manapun juga. Karena di daerah ini satu-satunya restoran yang memiliki ciri khas sandal jepit. Pun kalo satu saat menemui restoran yang sama mungkin saja dia plagiat ide.

Awalnya aku kira nama restoran tersebut hanya plesetan dari sumpit. Sehingga aku sebagai orang awam harus percaya diri. Dan harap harap cemas akan meminta sendok saat makan karena aku tak tahu sampai sekarang memakai sumpit. Terlihat rumit makan dengan dua batang benda menjepit. Ataua ku kira plesetan dari kata sempit.maka aku selalu siap sedia untuk berkeringat dan ngosngosan pada saat kepedisan. Tapi di luar dugaan doormaid menjelaskan dengan ramah bahwa selain yang bersandal jepit dilarang masuk. Aku membujuk penjaga pintu itu agar mengizinkan aku masuk. Karena cacingku sudah mengamuk. Tapi penjaga pintu yang juga bersendal jepit menyarankan untuk melepas sepatu dan memakai sandal yang di sediakan itupun jika aku mau. Maka dengan senang hati aku membuka, tapi aku harus mencari tempat aman. Karena kaos kakiku sudah bolong dan malulah aku jika penjaga pintu melihatku.

Akupun mengambil sandal jepit yang terbungkus rapi lengpar dengan logo restoran. Setelah mendapat tempat yang aman aku membuka bungkusan sandal itu dan yang kudapati adalah satu pasang sandal dengan warna yang berbeda. Aku kaget, ada apa lagi ini. Aku tak langsung memakai sandal itu. Kuyakin pemilik melakukan kesalahan dan aku akan komplain dengan hal itu. Tapi, doormaid yang dari tadi mengamatiku dari pagar restoran hanya tersenyum. Aku menghampirinya, tapi sebelum saya bicara ia berucap “bukankah pelangi itu cantik dengan warnanya yang berbeda pak?”. Aku kembali ketempat semula dan mengganti sepatuku dengan sepasang senpit yang beda warna. Sebelah kiti berwarna hijau dan sebelah kanan berwarna kuning. Entah mengapa pemilik memilih dua warna itu. Aku bergegas memasuki ruangan. Perutku yang dari tadi beradu di dalam tak tertahankan. Aku semakin penasaran apa menu yang disajikan. Mudah mudahan bukan sandal jepit, gumamku dalam hati. Restoran yang berukuran tigapuluh kali sepuluh itu dipenuhi dengan berbagai gambar sandal unik. Dengan mode tali yang berbeda. Namanya juga sandal jepit pasti talinya di tengah. Kulihat orang orang di sekitarku dengan muka berseri tanpa Di sekelilingku beban menikmati santapannya. Mereka bisa memilih makanan sesuai selera. Mungkin Buffet, seperti yang terlihat di sudut ruangan. Arsiterturnya yang sangat memukau membuat kita betah untuk tetap tinggal di tempat itu.

Beberapa gambar besar sandal terpajang di setiap sudut dengan tulisan yang berbeda. Karena mataku sedikit rabun, maka yang terlihat di depanku saja yang bisa aku baca. Gambar sandal dengan tali biru muda tersebut tertulis pada sudut gambar “bukankah kita butuh rileks sejenak untuk membebaskan anda dari kerja?”. Atau yang ada di sebelah kiriku, sebuah gambar sandal jepit yang sedang diperbaiki oleh seorang bocah pemulung dengan pesan “tidakkah kita sadar bahwa hidup ini sederhana dan mudah? Maka perbaikilah hidupmu”. Ada juga di sebelah kananku gambar sandal jepit yang di pegang oleh seorang bapak yang hendak memukul anaknya yang balita. Tak jelas apa pesannya yang pasti aku mengira ngira saja bahwa sungguh tega dia melakukan hal tersebut. Pandanganku terhenti ketika seorang pelayan yang juga bersenpit menyidorkan daftar makanan.mungkin bukan hanya aku yang akan terperajat kaget tapi kau juga ketika melihat daftar menu yang benar-benar tak tahu artinya.
Menu special hari ini adalah nasi goreng sendal dan jus melon jepit. Papan pengumuman yang terpajang bak lukisan dengan huruf yang bisa di tukar. Terpajang tepat di depan restoran. Masih ada beberapa menu lain yang tak lupa di beri kata sandal atau senpit. Karena lapar benar-benar mendera maka ku pilih menu special hari ini. Daripada kelaparan lebih baik mencoba toh tak ada salahnya hanya sekedar nama. Bukankah tak perlu mempersoalkan nama?

Sembari menunggu pesanan. Aku mengamati sekelilingku. Tiba-tiba aku melihat seseorang yang kukenal tepat dua meja di sebelah kananku. Ia duduk sendiri. Kuamati sekali lagi. Yah..benar itu Wiwin. Tepatnya Wiwin Pratama pemilik restoran terkenal di Kota Airgelang. Dia salah satu orang yang paling berpengaruh di kota itu. Apapun yang ia inginkan konon selalu ia dapatkan. Namanya sudah di kenal di seluruh sudut kota sampai desa terpencil sekalipunj. Ia bukan hanya kaya tapi posisinya di hati masyarakat Airgelang tak diragukan lagi. Pernah sekali waktu ia bertandang ke kampung kami yang saat itu dilanda banjir banding. Ia dengan beberapa pengawalnya menghampiri kami. Ia bergabung dengan beberapa relawan yang sibuk memindahkan mayat yang tergeletak di sepanjang jalan. Aku tak tahu apakah ia melakukannya dengan tulus atau karena pemilihan kepala daerah yang tinggal menghitung hari. Kini sulit di bedakan perbuatan baik. Aku saja tak pernah yakin dengan diriku. Apalagi sama pejabat yang bermuka manis. Teringat jelas ketika ia menghadiri sholat jumat. Ia hadir sendiri tanpa pengawal. Ia bilang pilihlah pemimpin yang kumisnya tipis dan merakyat. Spontan saja jamaah saat itu terbahak. Entah menertawakan guyonannya. Atau mungkin saja menertawai calon pemimpin yang sebentar lagi beradu dengan saingannya yang tak punya kumis.

makassar,duaributujuh

No comments: